skip to Main Content

Apa Itu Karinding? Pengertian, Sejarah, Daerah Asalnya

Kekayaan budaya Sunda memang tidak perlu diragukan lagi. Ada begitu banyak hal unik dan menarik yang bisa digali, salah satunya adalah alat musik tradisional khas Sunda bernama Karinding yang mungkin masih jarang terdengar. Penasaran? Yuk, cari tahu lebih dalam mengenai alat musik yang satu ini!

Baca juga : Apa itu Tradisi Seren Taun? Ini Dia Penjelasan Selengkapnya!

Apa Itu Karinding?

Foto oleh @jawisthepotter

Karinding adalah alat musik tradisional khas Jawa Barat yang terbuat dari bilahan bambu kecil yang juga sering disebut sebagai enau (pelepah daun kawung. Karinding sendiri merupakan bahasa Sunda yang memiliki makna tersendiri.

Menurut bahasa Sunda, di dalam Karinding terkandung kata “ka ra da hyang” yang berarti “dengan diiringi oleh doa sang Maha Kuasa”. Ada lagi makna lain yang dipercaya oleh sebagian masyarakat yaitu “ka” yang berarti sumber dan “rinding” yang berarti sumber bunyi. Sehingga karinding berarti sumber bunyi.

Karinding dipercaya sebagai alat musik yang sudah ada sebelum kecapi yang berusia 500 tahun. Dengan demikian dipercaya Karinding usianya sudah mencapai lebih dari 600 tahun.

Daerah Asal

Tidak diketahui secara pasti dari daerah mana Karinding berasal. Di setiap daerah di Jawa Barat, Karinding memiliki fungsi yang berbeda-beda. Misalnya seperti di Banten, Karinding menjadi alat musik mainan untuk anak-anak. Sementara di Cirebon, Karinding digunakan untuk mengusir hama di sawah.

Cara Memainkan

Foto oleh @ayodianuralam_

Cara memainkan alat musik Karinding bisa terbilang unik. Yaitu ruas tengah diletakkan di bibir, lalu ujung ruas paling kanan ditepuk hingga jarum bergetar. Karinding bisa dimainkan sendirian atau secara berkelompok yang terdiri dari 2 sampai 5 orang.

Filosofi

Karinding memiliki tiga filosofi dasar yaitu yakin, sabar, dan sadar yang merupakan representasi dari tiga komposisi yang menyusun sebuah gunung. Dalam bahasa Sunda, filosofi Karinding dijabarkan sebagai berikut:

  • Leuweung larangan (hutan sebagai sumber): tempatnya spiritualisme yang harus dipegang dengan yakin.
  • Leuweung tutupan (hutan sebagai sumber): tempatnya ilmu, maka harus sadar.
  • Leuweung baladahan (hutan sebagai tempat untuk berkebun dan bertani): tempatnya usaha, maka harus sabar.

Ketiga filosofi tersebut kemudian lahirlah norma ketuhanan, kemasyarakatan, kemanusiaan, dan hukum waktu. Inilah mengapa Karinding bukan sekedar alat musik, namun juga memegang peran penting dalam kehidupan masyarakat.